Teori-teori yang melandasi struktur
ruang kota yang paling dikenal yaitu:
- Teori Konsentris (Burgess, 1925)
Teori Konsentris
Teori ini menyatakan bahwa Daerah
Pusat Kota (DPK) atau Central Business District (CBD) adalah pusat kota
yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat
kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan
derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi
atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business
District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua,
bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh
bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar,
pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage
buildings).
- Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel, restoran dan sebagainya.
- Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Daerah ini sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya.
- Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini yaitu working men's homes.
- Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.
- Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi.
- Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran.
- Teori Sektoral (Hoyt, 1939)
Teori Sektoral
Teori ini menyatakan bahwa DPK atau
CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori
Konsentris.
- Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kontor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
- Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.
- Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh.
- Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma.
- Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri dari para eksekutif dan pejabat.
- Teori Inti Berganda (Harris dan Ullman, 1945)
Teori Inti Berganda
Teori ini menyatakan bahwa DPK atau
CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya
dan berfungsi sebagai salah satu growing points. Zona ini menampung
sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di
dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti retailing,
distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain. Namun, ada perbedaan dengan dua
teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat
banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu
berbentuk bundar.
- Pusat kota atau Central Business District (CBD).
- Kawasan niaga dan industri ringan.
- Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
- Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
- Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
- Pusat industri berat.
- Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
- Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
- Upakota (sub-urban) kawasan industri
- Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955).
Teori ini menyatakan bahwa
perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK
atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi,
aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan
secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan
kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas
suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat
ekonominya.
- Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980)
Teori Konsektoral dilandasi oleh
struktur ruang kota di Amerika Latin. Dalam
teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari
perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses
perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut.
Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika
Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain
pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian
lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.
- Teori Historis (Alonso, 1964)
DPK atau CBD dalam teori ini
merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik
tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.
- Teori Poros (Babcock, 1960)
Menitikberatkan pada peranan
transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan kota. Asumsinya adalah
mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyai intensitas yang sama dan
topografi kota seragam. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros
transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah bagian luarnya.Aksesibilitas
memperhatikan biaya waktu dalam sistem transportasi yang ada. Sepanjang poros
transportasi akan mengalami perkembangan lebih besar dibanding zona di
antaranya. Zona yang tidak terlayani dengan fasilitas transportasi yang cepat.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar